INGGRIS, INDOTENIS.COM — DUA PEKAN ke depan, petenis akan berlomba di The Championships Wimbledon di Inggris. Grandslam Wimbledon yang akan berlangsung Senin – Ahad (1-14/7/2024) ini digelar di atas lapangan rumput.
Bagi sebagian petenis, lapangan rumput ini merupakan permukaan tersulit. Sebab lapangan rumput ini memiliki karakter yang sangat berbeda dengan hard court dan clay court atau tanah liat.
Petenis dituntut untuk bisa dengan cepat menyesuaikan diri saat permindahan dari permukaan lapangan yang berbeda. Diawali dengan lapangan keras di Grandslam Australia Open, lapangan clay atau tanah lihat di French Open, lapangan rumput Wimbledon, dan lapanga keras di US Open.
Menurut pengalaman petenis ada lima karakteristik lapangan rumput yang membuat mereka kesulitan. Mereka juga membagikan tips untuk mengatasi kesulitan tersebut. Lima karakteristik itu adalah low bounces (pantulan rendah), movement and footwork (gerakan dan gerak kaki), small margins (margin kecil), lack of experience (minim pengalaman), dan short season (waktu pendek).
- Pantulan Rendah (Low Bounces)
Petenis Latvia, Jelena Ostapenko mengungkapkan saat pertama kali menginjakan lapangan rumput tahun 2012. Ketika itu, Ostapenko mengikuti turnamen yunior di Roehampton, Inggris.
“Hal pertama yang ada dalam pikiran saya, ‘bagaimana kita bisa bermain tenis di permukaan ini?’ Lapangan rumput ini biasa digunakan untuk bermain sepak bola. Apa yang kita lakukan di sini?” kata Ostapenko.
Namun setiap tahun, Ostapenko selalu hadir mengikuti turnamen tenis di lapangan rumput. “Kemudian setiap tahun menjadi lebih baik dan lebih baik lagi. Sekarang saya sangat menyukainya,” kata Ostapenko.
Menurut Ostapenko, pantulan bola di lapangan rumput dua atau tiga kali lebih rendah dibandingkan permukaan lapangan lainnya. Salah satu untuk mengetahui pantulan, temukan sebidang rumput dan jatuhkan bola tenis untuk melihat betapa berbedanya reaksi bola pada permukaan alami yang lembut dibandingkan dengan permukaan yang keras dan padat.
Sedang Aryna Sabalenka mengungkapkan di lapangan tanah liat, relinya lebih panjang, pantulan cukup tinggi, dan semua bola banyak putaran. “Di lapangan rumput Anda masuk dan tidak ada pantulan, Anda harus tetap rendah. Ini lebih merupakan permainan datar. Sulit untuk melakukan topspin. Jadi, Anda harus mengubah taktik Anda. Perbedaannya sangat besar, tapi saya menyukainya,” kata Sabalenka.
Petenis lain, Robin Montgomery sedang belajar menyukai lapangan rumput. Petenis Amerika berusia 19 tahun itu berhasil lolos ke undian utama Wimbledon pertamanya minggu ini. Sebelumnya, Montgomery berhasil mencapai perempat final di Libema Open awal bulan ini.
“Di lapangan tanah liat, saya dapat melakukan ayunan yang lebih panjang. Saya mempunyai banyak waktu untuk mengayun raket ke belakang. Tetapi di lapangan rumput, saya harus mempersingkat ayunan raket,” kata Montgomery.
Menurut Montgomery untuk bisa memukul bola dengan sempurna di lapangan rumput berusaha badan tetap rendah dengan menekuk lutut serendah mungkin. “Setelahnya, Paha depan Anda merasakan sensasi terbakar. Saat kembali, saya merasa seperti sedang memegang wall squat. Pelatih saya menyarankan agar tetap rendah,” katanya.
- Gerakan dan Gerak Kaki (Movement and Footwork)
Marketa Vondrousova, petenis Ceko memberikan saran agar bergerak dengan baik dan menjaga keseimbangan agar tidak terpeleset karena menginjak rumput. “Jika Anda bergerak dengan baik, Anda bisa lebih percaya diri untuk melakukan aksi reli,” Marketa Vondrousova.
Perubahan gerak kaki dan pergerakan, tambah Vondrousova, merupakan hal yang dirasakan para petenis sebagai penyesuaian yang paling sulit. Di lapangan keras dan tanah liat, ‘pergerakan’ biasanya mengacu pada kecepatan atau jangkauan lapangan.
Kecepatan tinggi tidak selalu menguntungkan di lapangan rumput. Tentu saja, menjadi cepat memungkinkan Anda melacak drop shot dan memperluas reli. Kecepatan berlari tidak ada gunanya jika Anda tidak bisa berhenti.
“Berlari ke samping itu sulit. Kami terbiasa meluncur, jadi langkah besar [lalu meluncur untuk berhenti], dan di lapangan rumput yang dibutuhkan adalah langkah kecil [untuk berhenti] lalu kembali lagi. Karena jika kamu terlalu mendorong ke samping, kamu akan kehilangan keseimbangan,” kata juara bertahan Wimbledon Marketa Vondrousova.
Sedang Coco Gauff yang mencapai babak 16 besar Wimbledon pada usia 15 tahun juga mengungkapkan pengalamannya. Beberapa petenis memang tergelincir di lapangan rumput.
Agar tidak tergelincir, kata Gauff, petenis perlu melakukan langkah-langkah kecil dan jangan berubah arah secepatnya. “Itu sesuatu yang harus dihadapi oleh semua pemain. Jika pergerakanmu mungkin terhambat maka seorang petenis tidak bergerak dengan baik,” kata Gauff.
- Margin Kecil (Small Margins)
Bianca Andreescu memiliki permainan yang tampaknya lebih sukses di lapangan tanah liat dibandingkan rumput. Namun juara AS Terbuka 2019 itu menyadari, seiring berjalannya waktu, dia sebenarnya lebih menikmati bermain di lapangan rumput. Faktanya, Andreescu berhasil menjadi finalis di dua Hologic WTA Tour terakhirnya terjadi di lapangan rumput, termasuk beberapa minggu lalu di ‘s-Hertogenbosch.
“Di rumput, jelas jauh lebih cepat, sehingga memberi saya lebih sedikit waktu untuk berpikir. Clay, aku merasa punya lebih banyak waktu untuk berpikir dan mungkin terlalu banyak berpikir, lalu aku memilih pukulan yang salah di waktu yang salah,” kata Andreescu.
Sedang Leylah Fernandez setuju dengan rekan setimnya di Olimpiade. Jika tanah liat berarti otak, maka rumput berarti usus. Fernandez mengikuti nalurinya minggu ini di Rothesay International untuk mencapai final pertamanya tahun ini.
“Anda mempunyai lebih banyak waktu di lapangan tanah liat sehingga Anda melihat lebih banyak opsi yang bisa Anda ambil. Di lapangan rumput, Anda tidak punya pilihan apa pun. Begitu Anda memikirkan sebuah pukulan, Anda hanya perlu berkomitmen untuk melakukannya. Jika masuk, maka masuklah, jika keluar, oke poin berikutnya,” kata Fernandez.
Petenis Italia, Jasmine Paolini mengungkapkan hal terbesar bermain di lapangan rumput adalah komitmen dan tidak meragukan diri sendiri. Ketegangan mental tidak dapat dihindari.
Para petenis yang bermain di lapangan tanah liat selalu percaya bahwa ada jalan untuk bangkit, kehilangan fokus pada satu pertandingan dan keseluruhan pertandingan mungkin berada di luar kendali Anda. “Penting untuk menerima bahwa segala sesuatunya mungkin tidak mudah,” kata finalis Prancis Terbuka Jasmine Paolini, yang juga menjadi juara di lapangan rumput pertamanya di Eastbourne, pekan ini.
Di lapangan rumput, jelas Paolini, pertandingan berubah dalam satu atau dua poin. “Jika Anda kebobolan, sulit untuk bertahan dalam pertandingan. Itu tidak mudah. Anda tidak punya banyak waktu dan pilihan untuk kembali. Anda harus ekstra fokus. Tapi itu untuk semua orang,” kata Paolini.
Sementara petenis Cina, Zheng Qinwen mengatakan dirinya telah mencoba mengerahkan seluruh upaya dalam latihan. “Tetapi dalam pertandingan Anda tidak boleh berpikir terlalu banyak. Anda percaya pada insting pertama Anda dan go,” kata Zheng Qinwen
- Kurang Pengalaman (Lack of Experience)
Petenis Ceko, Marketa Vondrousova dan Linda Noskova mengku tidak mempunyai waktu dan kesempatan untuk berlatih dan bermain di rumput. Lapangan rumput sangatlah langka, apalagi lapangan yang memiliki kualitas yang kualitasnya seperti Wimbledon.
“Kami mempunyai satu lapangan di dekat Kota Praha jadi kami berlatih di sana. Yah, kita punya dua, tapi yang satu lagi jelek sekali,” kata Marketa Vondrousova.
Wanita senegaranya Vondrousova, Linda Noskova, sangat ingin kapan saja dia bisa tampil di lapangan rumput. Pemain berusia 19 tahun ini memiliki tipe permainan yang dapat menumbangkan lawan di lapangan rumput: servis yang keras, forehand yang keras, dan pola pikir yang agresif. Namun Noskova mengakui bahwa dia tidak tahu bagaimana menyatukan semua kemampuannya di atas lapangan rumput.
“Saya tidak begitu tahu setiap kali lawan memainkan ini, ke mana ia akan pergi dan bagaimana ia akan memantul. Jadi saya perlu membiasakan diri dengan lebih banyak situasi dan belajar menciptakannya sendiri,” kata Noskova.
Noskova mengatakan dirinya sedikit mengikuti pertandingan di musim lapangan rumput kaarena waktunya yang pendek. Karena itu, Noskova lebih fokus pada detail dalam setiap latihan yang dinilainya merupakan sebuah harta karun ketika Anda bisa bermain di lapangan rumput.
“Hanya dua jam sehari di sebuah turnamen lapangan rumput. Di Wimbledon mereka menutup pertandingan pada jam 7 malam. Jadi semua orang memberi banyak tekanan pada diri mereka sendiri sehingga bertanding di lapangan rumput lebih sulit secara fisik dan mental. Pasti menguras tenaga,” tandas Noskova.
- Musim Pendek
Musim lapangan rumput hanya lima pekan dimulai pada hari Senin setelah Roland Garros. Para pemain memiliki paling banyak tiga turnamen untuk menunjang permainan mereka sebelum Wimbledon. Ini adalah waktu terpendek musim ini, yang hanya memperburuk tekanan untuk memperbaikinya.
“Anda memainkan segalanya dan itu berjalan lambat di permukaan lain, dan kemudian setelah tanah liat, boom boom itu selesai dan Anda kembali ke lapangan keras. Ini sangat cepat dan cepat. Bagaimana saya mengaturnya? Saya tidak tahu – berdoa agar saya bisa melakukannya dengan baik,” kata Sabalenka.
Sabalenka membuat keputusan untuk tidak bermain di turnamen seminggu sebelum Grandslam, Wimbledon. Sehingga dia memiliki kesempatan untuk berlatih dan menjadi lebih baik.
“Tetapi saya rasa saya tidak memerlukan banyak pertandingan di lapangan rumput sebelum berangkat ke Wimbledon, terutama [karena] secara fisik di lapangan Anda harus tetap rendah. Itu mempengaruhi tubuh Anda, Anda lebih cepat lelah karena tetap bertahan,” kata Sabalenka.
Sabalenka mengungkapkan dirinya tidak punya cukup waktu bermain di lapangan rumput. Sehingga dia merasa saya tidak punya cukup peluang untuk memenangkan turnamen di lapangan rumput. “Saya mendapat beberapa hasil bagus dan saya merasa sangat baik. Saya pikir rumput sangat cocok dengan permainan saya,” ujar Sabalenka. (*)