TURNAMEN tenis Grandslam Roland Garros 2024 yang berlangsung di Paris, Prancis, Ahad-Ahad (26/5 -9/6/2024), memunculkan banyak kejutan. Di antaranya, petenis yang sempat kalah di set pertama dan ketinggalan angka pada set penentuan ternyata dapat memenangkan pertandingan. Selain itu, perubahan cuaca di Kota Paris juga sangat mempengaruhi kondisi para petenis.
Seperti yang dialami petenis Serbia, Olga Danilovic saat bertanding melawan petenis Kroasia, Donna Vekic pada babak ketiga. Petenis dari babak qualifikasi ini kalah di set pertama, namun ia bisa memenangkan dua set berikutnya dengan nilai 0-6, 7-5, 7-6(8).
Kemudian Mirra Andreeva yang berusia 17 tahun dapat menang mudah 6-2, 6-1 atas petenis Amerika Serikat, Peyton Stearns. Sebelum bertanding, keduanya harus menunggu seharian karena hujan dan harus berpindah lapangan.
Semula pertandingan Andreeva melawan Stearns dijadwalkan di Lapangan 6. Namun karena hujan di Paris, kemudian dipindahkan ke Lapangan 7 dan dipindah lagi ke Lapangan 2. Saat akan bertanding waktu sudah menunjukkan pukul 18:00 waktu setempat. Suhu udara mencapai 61 derajat Fahrenheit atau 16 derajat Celcius, dan berkabut.
Kemudian Unggulan 4, Alexander Zverev selamat dari kekalahan di babak 2 melawan unggulan 26, Tallon Griekspoor. Pada set penentuan, Zverev sempat ketinggalan 1-4, namun Zverev menunjukkan kesabaran dalam permainan ini. Sedang Griekspoor menunjukkan tanda-tanda gugup yang ditandai saat servis melakukan tiga kesalahan.
Sedang unggulan 9, Stefanos Tsitsipas kalah di set pertama saat melawan petenis Italia, Matteo Arnaldi. Namun Tsitsipas bisa membalikan keadaan dan memenangkan tiga set berikutnya dengan skore akhir 3-6, 7-6(4), 6-2, 6-2.
Menurut pengamatan Dr Ngatman, Dosen Tenis Lapangan di Fakultas Ilmu Keolahragaan dan Kesehatan, Universitas Negeri Yogyakarta (FIKK UNY), petenis yang selamat dari kekalahan tersebut karena memiliki open skills yang lebih tinggi dari petenis lain. Open skills atau keterampilan terbuka merupakan keterampilan yang menuntut perubahan secara terus-menerus petenis berdasarkan pada masukan lingkungan yang selalu berubah-ubah.
“Dalam permainan tenis, lingkungan yang dimaksud terdiri atas, cuaca, angin, temperatur udara, ketinggian tempat, sinar matahari, dan lain-lain,” kata Ngatman di Yogyakarta, Senin (3/6/2024).
Tingkat keberhasilan open skill petenis, kata Ngatman, sangat ditentukan sejauh mana tingkat penyesuaiannya dalam merespon terjadinya perubahan lingkungan. “Petenis harus bisa melakukan penyesuaian diri secara cepat dan memberikan respon yang efektif. Selain itu, atlet juga harus memiliki berbagai macam alternatif tindakan penyesuaian terhadap terjadinya perubahan lingkungan,” tambah Ngatman.
Ngatman menjelaskan agar memiliki open skills perlu diajarkan kepada anak sejak dini atau usia 8 tahun. Open skills itu berbasis implementasi taktik sederhana dalam bermain tenis dan diterapkan sesuai situasi nyata yang dihadapi petenis. “Jika hal ini sudah ditanamkan sejak dini maka nanti saat bermain pengambilan setiap keputusan saat melakukan pukulan akan tepat (bermain cerdas),” kata Ngatman.
Berdasarkan hasil penelitian desertasi Ngatman, open skills sangat efektif diajarkan menggunakan Metode Acentos. Acentos merupakan singkatan dari ‘Athlete Centered and Open Skill.’ Desertasi berjudul ‘Model Latihan Teknik Dasar Forehand dan Backhand Groundstroke Berbasis “Acentos Method” bagi Anak Usia 8-12 Tahun Putra,’ berhasil dipertahankan di depan Tim Penguji Universitas Sebelas Maret, Solo, Jawa Tengah, 1 April 2022 lalu.
Metode Acentos merupakan pembelajaran atau latihan yang berorientasi pada siswa atau anak latih/athlete centere dan pembelajaran dalam lingkungan terbuka atau keterampilan terbuka/open skills. “Metode Acentos merupakan suatu metode pembelajaran tenis agar anak latih dapat belajar teknik dasar dengan mudah, menyenangkan, dan sesuai dengan situasi bermain tenis yang sebenarnya,” kata Ngatman.
Ngatman menjelaskan ada tahapan-tahapan model latihan yang dikembangkan dengan menggunakan Metode Acentos. Anak latih dituntut bisa mengembangkan empat hal, yaitu, mengantisipasi stimulus gerak, mengidentifikasi respons gerak yang tepat, mengambil keputusan tindakan gerak, dan melaksanakan tindakan gerak. “Keempat tahapan tersebut jika dilakukan rutin dan berulang merupakan suatu pengalaman pembelajaran untuk pemecahan masalah yang dihadapi saat bermain atau bertanding,” tandas Ngatman. (*)